Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Add Innovel to the desktop to enjoy best novels.
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Your cookies settings
Strictly cookie settingsAlways Active
MENIKAHI TEMAN DADDY 21+
READING AGE 18+
Queen_bee
Romance
ABSTRACT
Dia adalah profesorku. Sahabat ayahku. Dan sekarang, tubuhku dipenuhi olehnya—keras, berdenyut, mengoyak batas-batasku—sementara ayah terus berbicara di telepon. Napasku terengah, pikiranku melayang. Matteo mencengkeram pinggulku, jari-jarinya menusuk kulitku saat ia mendesak masuk, lalu menarik keluar sejenak hingga aku merintih sebelum kembali menerjang, lebih dalam, lebih kuat. "mia?" Suara ayahku terdengar cemas dari telepon. "Sayang, apa kau baik-baik saja?" Aku menggigit bibir, tubuhku bergetar hebat saat Matteo menggerakkan pinggulnya, gerakan yang menghancurkan dan membuatku berputar. "I-iya, Pa," bisikku, suara tertahan dan terengah. Matteo tersenyum miring di leherku, napasnya membakar kulitku saat ia berbisik, "Jadilah gadis yang baik. Jangan sampai Ayahmu tahu kita sedang bercinta." Aku gemetar. Tuhan, ia begitu dalam, begitu penuh. Setiap desakan, setiap tarikan, membawaku ke ambang. "Kau tidak terdengar baik, Sayang," desak ayahku. "Ada apa?" Ya, Ayah, yang terjadi adalah sahabatmu sedang meniduriku, mengoyak organ intimku yang haus, membawaku ke puncak kenikmatan sementara aku menahan erangan. "A-aku hanya kedinginan," kataku berbohong, tersedak napas saat jari-jari Matteo mengusap klitorisku, tanpa ampun, menggoda, dan menghukum. Tangannya yang lain mencekikku, tekanan yang cukup untuk membuat kepalaku berkunang-kunang. Tubuhku terbakar, jantungku berdebar-debar. Suara-suara basah dan tak senonoh memenuhi ruangan—kulit yang beradu, gesekan panas penisnya di dalamku, erangannya setiap kali aku mengeratkan diri. "mia?" Aku tak tahan lagi. Aku membenamkan wajahku ke bantal, menggigitnya saat o*****e melanda. Matteo merasakannya—ia menggeram, mencengkeram pinggulku lebih erat, dan terus meniduriku tanpa henti, brutal. Ini salah. Sangat, sangat salah. Namun, aku tak ingin ini berakhir.